Sebelum menelusuri lebih jauh tentang
konsumerisme, ada baiknya kita mengetahui pengertian dari konsumerisme itu
sendiri. Konsumerisme adalah paham atau ideologi yang menjadikan seseorang atau
kelompok melakukan atau menjalankan proses konsumsi atau pemakaian barang-barang hasil produksi secara berlebihan atau tidak
sepantasnya secara sadar dan berkelanjutan, selain itu istilah konsumerisme
menekankan pada gaya hidup yang menganggap barang (materi) sebagai ukuran
kebahagiaan, prestise, dan sebagainya. Konsumsi dalam bingkai konsumerisme lebih
sering dilakukan manusia sebagai salah satu cara memenuhi standar hidup.. Dari pengertian tersebut dapat kita
simpulkan bahwa konsumerisme merupakan kegiatan yang bila tidak dibatasi maka
akan menimbulkan suatu gejala kelangkaan untuk barang-barang tertentu. Hal ini
tentu sangat meresahkan di masa depan, orang menghabiskan sebagian
besar, atau semua, dari pendapatan mereka pada barang-barang konsumsi, bukan menyimpan, investasi, dan atau
mengusahakan uang mereka.
Pada kondisi ini, orang mengkonsumsi barang bukan
lantaran perlu secara fungsional, melainkan karena tuntutan gengsi, status,
maupun sekadar gaya hidup. Ambil contoh, seorang yang membeli mobil mewah bukan
lantaran memenuhi kebutuhan fungsional akan alat transportasi, melainkan karena
alasan status. Padahal di garasi rumahnya sudah terparkir dua unit mobil yang
tak kalah mewahnya. Saya tidak keberatan orang-orang membeli
hal-hal, terutama kebutuhan seperti rumah dan transportasi. Masalah terletak pada
orang-orang yang membeli hal-hal yang mereka tidak mampu. Banyak kemudian
menangis saat masa sulit datang dan mereka tidak bisa lagi melakukan pembayaran Sayangnya,
kita, sebagai masyarakat, memberikan kehormatan, prestise dan penghargaan
kepada mereka yang mengendarai mobil bagus dan tinggal di rumah yang mewah.
Konsumerisme masyarakat ditambah lagi dengan berbagai
penawaran dari pasar yang menggiurkan yang semakin membuat orang berebut membeli produk yang
ditawarkan meskipun sadar kondisi ekonomi tidak proporsional. Selain itu,
mentalitas konsumtif telah
menumpulkan daya kritis kita. Kita
tidak bisa lagi membedakan mana yang merupakan kebutuhan pokok dan nyata
dengan mana yang menjadi kebutuhan semu saja dan tidak pokok. Dengan demikian,
kita tidak bisa menentukan skala prioritas kebutuhan. Semuanya dikonsumsi tanpa memperhatikan sumber dayanya. Hal tersebut menjadikan manusia menjadi pecandu dari suatu produk,
sehingga ketergantungan tersebut tidak dapat atau susah untuk dihilangkan. Sifat konsumtif yang ditimbulkan
akan menjadikan penyakit jiwa yang tanpa sadar
menjangkit manusia dalam kehidupannya.
Tetapi bukan berarti tidak ada jalan keluar untuk masalah
ini. Kita dapat mulai membuat skala prioritas agar kita dapat membelanjakan
pendapatan kita dengan bijaksana dan mulai menabung untuk masa depan, serta
untuk generasi yang akan datang adalah bagian dari menjadi seorang dewasa yang
bertanggung jawab. Dan
meskipun dunia menawarkan kemegahannya, kita sebagai orang yang percaya tidak
boleh tenggelam di dalamnya. Karena TUHAN sendiri telah berfirman bahwa kita
bukan berasal dari dunia ini dan bahwa janganlah kita mencemarkan diri kita
dengan hal-hal duniawi, sebab kita adalah bait kudus-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar